Menanggapi wacana pemerintah membubarkan sejumlah lembaga, termasuk diantaranya BRG, Aliansi Petani Gambut Riau memandang perlu menyuarakan pendapatnya, terkait keberadaan BRG selama ini dan manfaat yang sudah mereka peroleh dengan adanya BRG. “BRG sangat banyak membantu kami. Misalnya dengan mengajarkan cara pertanian tanpa bakar. Jadi kami tidak perlu takut ditangkap karena sudah tidak lagi melakukan pembakaran,” ujar Badri, Ketua Aliansi Petani Gambut Riau.
Keberadaan Badan Restorasi Gambut (BRG) sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama petani yang memanfaatkan lahan gambut di Riau. Badri sehari-harinya petani dari Desa Bungaraya, Kabupaten Siak adalah penggerak pertanian organik dan tanpa bakar. Adapun pengetahuan dan keterampilan diperolehnya dari Sekolah Lapang Petani Gambut BRG.
Para petani mengakui BRG sangat membantu mereka memberikan solusi dari larangan pembakaran lahan yang dibuat pemerintah. “Sekarang saya dan kawan-kawan sudah tidak membakar. Kami juga dapat bertani organik secara swadaya. Pupuk, pestisida semua kami bisa buat sendiri,” ditambahkan oleh Sukamtono dari Desa Rawa Bagun, Rengat – Indragiri Hilir.
Selain itu, Aliansi Petani Gambut Riau menyayangkan pernyataan tokoh yang mendukung pembubaran BRG. Menurut mereka mungkin tokoh-tokoh tersebut tidak mengetahui langsung apa yang terjadi di lapangan. Apa yang sudah dirasakan, dipelajari, dipraktikkan dan dinikmati petani dari kegiatan-kegiatan restorasi gambut.
Saat ini sudah ada 148 Kader sekolah lapang petani gambut yang tersebar di 10 Kabupaten kota bergambut di Riau (Kampar, Rokan hilir, Dumai, Bengkalis, Siak, Meranti, Pelalawan, Indragiri hulu dan Indragiri hilir). Praktik-praktik baik dari pertanian gambut di Riau, yang dilakukan oleh para kader Sekolah Lapang Petani Gambut juga telah disampaikan di dunia internasional dan mendapat apresiasi yang tinggi.