Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar operasi pembasahan gambut menggunakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di sejumlah wilayah Indonesia.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi datangnya musim kemarau yang kerap membuat lahan gambut menjadi kering dan rawan terbakar.
Tidak hanya itu, lahan gambut mengering juga akibat dari pembuatan kanal-kanal yang bertujuan agar gambut kering dapat ditanami.
Kondisi tersebut justru membawa malapetaka, sebab, gambut kering akan mudah tersulut api sehingga terjadi kebakaran yang dengan cepat bisa meluas.
Kali ini, upaya pembasahan gambut tidak hanya dilakukan melalui jalur darat seperti pembangunan sumur bor dan serat kanal, tetapi menempuh jalur udara lewat operasi TMC.
Metode ini dikenal ampuh dalam memadamkan api dan menghilangkan kabut asap dalam eskalasi wilayah yang luas.
Pada 2021, operasi TMC telah berlangsung di empat provinsi, yakni Riau, Sumatera Selatan (Sumsel), Kalimantan Barat, dan Jambi.
Hasilnya, curah hujan berhasil bertambah antara dua hingga 69 persen jika dibandingkan dengan curah hujan alamiah.
Proses pelaksanaan operasi TMC pun terbilang cukup rumit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan, operasi mengandalkan teknologi pesawat yang menghantarkan bahan semai ke bagian puncak awan.
Bahan semai itu berupa serbuk garam natrium chloride (NaCl) yang dimasukkan ke area awan dengan cara ditembakkan dari pesawat.
Lalu, awan cumulonimbus yang membawa uap air bercampur garam tersebut kemudian mencapai kondensasi dan segera menurunkan hujan.
Selain memanfaatkan pesawat, metode penghantaran bahan semai juga bisa melalui jalur darat. Salah satu metode unik ini adalah menggunakan roket yang ditembakkan dari darat.
Tahun ini, operasi TMC direncanakan akan digelar di tiga provinsi dengan potensi kebakaran hutan dan lahan (Karthutla) yang tinggi, yakni Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Tidak tanggung-tanggung, anggaran yang disiapkan untuk kegiatan ini mencapai Rp 8 miliar yang dipergunakan sejak fase persiapan hingga proses evaluasi paska terlaksanannya operasi TMC.
Kepala Kelompok Kerja Teknik Restorasi Gambut BRGM Agus Yasin mengungkapkan bahwa operasi TMC yang dilakukan sesuai dengan pendekatan rewetting atau menjaga kadar air tanah di lahan gambut yang dikembangkan oleh BRGM.
“Fokus BRGM adalah melakukan operasi pembasahan. Oleh sebab itu, kami berusaha mendahului melangsungkan TMC untuk menjaga kelembaban lahan gambut,” jelas Agus dalam keterangan tertulis yang diterima oleh tribunpontianak.co.id, Kamis (21/4/2022).
Sayangnya, dalam proses pembasahan itu, Agus mengatakan, sedikit mengalami kendala di lapangan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas.
“Ketika operasi TMC, kami ingin melakukan TMC secara serentak. Namun pilot ataupun pesawat yang dimiliki oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) jumlahnya terbatas,” kata Agus.
Kepala Sub Direktorat Pencegahan Karhutla KLHK Anis Susanti Aliati memberikan dukungan terhadap operasi TMC tersebut.
“Pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Dalkarhutla) adalah tanggung jawab bersama, sifatnya kerja bersama antara BRGM dan KLHK dan harus saling melengkapi. Kami juga berharap jika pelaksanaan TMC dapat menjangkau provinsi rawan lain di sekitarnya, seperti Sumsel dan Jambi,” ungkap Anis.
Perlu untuk diketahui, BRGM tidak kehabisan akal untuk menyiapkan berbagai upaya lain dalam pencegahan Karhutla.
Untuk di darat, selain terus memperkuat infrastruktur fisik pembasahan gambut, BRGM juga menyasar penguatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB).
Selain itu, metide modern seperti teknologi early warning system pun tak luput dilakukan oleh BRGM, diantaranya melalui aplikasi sistem pemantauan air lahan gambut (Sipalaga) dan fire danger rating system (FDRS) gambut.