Badan Restorasi Gambut (BRG) mendorong para akademisi dan praktisi untuk mencari tahu peran dan tantangan pembasahan lahan gambut di Indonesia.
Dalam diskusi digital berjudul Sains Hidrologi untuk Pengelolaan dan Restorasi Permanen Lanskap Ekosistem Gambut Tantangan Pembasahan Gambut di Tapak, Selasa 29 September 2020, Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan BRG, Haris Gunawan menuturkan Indonesia punya tantangan yang besar dalam melakukan restorasi, dan diskusi ini diharapkan menemukan titik temu pengetahuan dan teknologi untuk menuju kondisi ideal hidrologis di lanskap gambut.
Direktur Hokkaido Institute of Hydro-Climate, Japan, Prof Hidenori Tokahashi dalam paparannya menyebut penurunan lapisan utama dari gambut dari tahun ke tahun. Melalui monitoring satelit, dia memantau kondisi titik panas di Kalimantan Tengah. “Meski begitu, area yang dipantau tersebut memiliki indeks air yang tinggi,” ucap dia.
Hidenori mengatakan, tingginya ground level air penting bagi memotong dekomposisi lahan gambut. Melihat hal ini, dia menyarankan perlunya manajemen konservasi.
Sementara Environmental Coexistent Center for SEA Studies, Kyoto University, Prof Osamu Kozan menyatakan, restorasi sangat sulit dan dibutuhkan manajemen lahan dan sistem penanaman yang prima. Untuk itu, Osamu mengajukan dua hal penting bagi proses restorasi lahan gambut. “Langkah pertama yaitu manajemen air, kedua yaitu rencana pembudidayaan tanaman spesies asli dan manajemen lahan,” kata Osamu.
Menurut Osamu, masalah utama dari kondisi hidrologis tanah gambut tropis yaitu kesuburan dan proses hidrologis. “Diantaranya terdapat kapasitas penahan air yang rendah, kontrol kelembaban tanah yang sulit, aliran air tanah yang tidak bisa diprediksi, dan lapisan permukaan yang mudah terbakar,” kata dia.
Sementara itu, Kapokja Wilayah Sumatera Kedeputian Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan BRG, Soesilo Indrarto dalam paparannya menyebut mengenai kanal blocking yang dibangun dari area teratas gambut ke area terendah. “Dari kanal tersier, kanal kedua, dan yang terakhir kanal utama,” ucap dia.
Indrarto mengatakan, ada dua model konstruksi kanal, semi permanen dan permanen. Kanal semi permanen digunakan untuk akses yang sulit dan arus air yang lemah. Sementara itu, konstruksi permanen digunakan untuk arus air yang kuat, yang menuju sungai atau lautan. Meski saat ini kanal blocking efektif, masih terdapat beberapa kekurangan.
Peneliti Singapore-MIT Alliance for Research and Tecnology, Alaxender R. Cobb, menyebut temuannya metode kanal blocking di area dome gambut. “Kanal block yang memotong kubah gambut dapat menghindarkan emisi tapi sayangnya, kita tidak dapat meningkatkan indeks air seperti saat sebelum kanal terbuat,” paparnya.
https://regional.kontan.co.id/news/brg-dorong-penelitian-terkait-hidrologis-di-lahan-gambut