Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi mangrove Indonesia berada dalam posisi yang mengkhawatirkan.
Sekitar 637.624 hektar (ha) atau 19,26 persen dari total ekosistem mangrove di Indonesia dikategorikan sebagai mangrove kritis karena tutupan lahan yang termasuk jarang.
Kerusakan mangrove disebabkan berbagai faktor. Namun, mayoritas terjadi karena ulah manusia, seperti konversi hutan mangrove ke tambak, pembalakan liar, dan pemanfaatan mangrove untuk kebutuhan pokok.
Melihat kondisi itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Pembentukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengamanatkan Percepatan Rehabilitasi Mangrove (PRM) seluas 600.000 ha hingga 2024 di sembilan lokasi prioritas di Indonesia.
Salah satu lokasi prioritas rehabilitasi mangrove, yakni Provinsi Bangka Belitung. BRGM menargetkan rehabilitasi seluas 80.762 ha. Proses rehabilitasi akan dilaksanakan secara bertahap hingga 2024.
Pada 2021, program PRM di Bangka Belitung dilaksanakan BRGM berkoordinasi dengan Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BDPASHL) Baturusa Cerucuk dengan target rehabilitasi seluas 3.500 ha.
BRGM juga berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (BKSDAE) Sumatera Selatan (Sumsel) dengan target seluas 400 ha.
Total target penanaman seluas 3.900 ha tersebut terlaksana seluruhnya menggunakan skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Program PEN merupakan langkah pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional selepas pandemi Covid-19.
Dalam pelaksanaannya, program PRM menggunakan dana PEN yang bersifat swakelola dengan mengandalkan partisipasi masyarakat di setiap aktivitas rehabilitasi mangrove.
Proses tersebut dimulai pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) yang disetujui kepala desa.
Pokmas yang terbentuk lantas akan melaksanakan penanaman mangrove sesuai dengan perjanjian kerja sama yang disepakati BPDAS/BKSDA agar berjalan secara efektif dan tepat sasaran.
Penanaman mangrove yang dilakukan pokmas juga sesuai dengan Peta Mangrove Nasional (PMN) dengan ketentuan empat kategori, yakni silvofishery, rumpun berjarak, intensif, dan pengkayaan.
Dalam merehabilitasi mangrove, proses yang dilakukan tidak hanya berhenti pada penanaman. Pokmas dan masyarakat memiliki peranan penting mulai dari menanam dan menjaga mangrove.
Setiap proses yang dilakukan melewati tahap verifikasi tim pendukung dari BPDAS/BKSDA bersama koordinator lapangan dan pendamping desa agar tetap berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Kepala Kelompok Kerja Kerja Sama, Hukum dan Hubungan Masyarakat BRGM Didy Wurjanto mengatakan, untuk mendapatkan anggaran penanaman mangrove, sejak proses penanaman hingga perawatan, pokmas terlebih dulu mengajukan proposal kepada BRGM.
“Setelah proposal disetujui, tahap selanjutnya seperti teknis pembiayaan bibit, air, serta peralatan pendukung yang dibutuhkan pokmas. Anggaran ditransfer langsung BRGM melalui BRI ke rekening bank masing-masing bendahara pokmas,” ujarnya.
Terkait polemik terkait perbedaan harga bibit yang dianggarkan dengan harga bibit yang dibeli, Didy mengatakan, selisih harga tersebut digunakan sebagai biaya transportasi dari lokasi pembibitan ke tempat penanaman.
“Sesuai dengan standard operating procedure (SOP) pengadaan bibit, pihak yang terlibat di dalamnya adalah pokmas dan penyedia bibit. BRGM dan BDPASHL tidak terlibat dalam pembelian bibit,” terangnya.
Pada 2021, pelaksanaan PRM di Bangka Belitung mampu menyerap hingga 3.988 tenaga kerja dengan total 338.970 hari orang kerja (HOK).
Sementara itu, di Kabupaten Belitung Timur, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Telok Pangerangan, Penji Pratama, mengatakan, dalam jumlah hari kerja 60-75 hari, anggota kelompok bisa mendapatkan upah dari Rp 7.500.000 hingga Rp 9.375.000.
Melalui skema account to account, upah kerja yang diterima anggota kelompok dikirim langsung ke rekening bank setiap anggota pokmas tanpa melalui perantara.
“Kami sangat bersyukur dengan sistem penyaluran dana yang tidak melalui banyak pihak dan langsung diterima masyarakat,” ujarnya.
Penji mengatakan, awalnya pihaknya sempat kesulitan mengajak semua anggota kelompok membuka rekening.
Akhirnya, lanjutnya, pihak bank bersedia meluangkan waktu mendatangi kelompok dan mengurus pembukaan rekening secara cepat tanpa menyusahkan masyarakat.
“Dengan sistem pembayaran seperti ini, semua orang merasa adil dan mendapatkan bagian sesuai dengan yang dia kerjakan,” ungkap Penji.