Hutan magrove merupakan sekumpulan pepohonan yang tumbuhnya di area sekitar garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut serta berada pada tempat dengan akumulasi bahan organik dan pelumpuran.
Hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat besar bagi lingkungan hidup, diantaranya sebagai tumbuhan penahan arus air laut yang dapat mengikis daratan pantai, sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2), serta menjadi tempat hidup berbagai macam biota laut seperti ikan, kepiting untuk berlindung dan mencari makan.
Sebagai daerah kepulauan, sebaran mangrove terdapat hampir di seluruh pulau, membentang dari timur hingga ke barat wilayah kabupaten Natuna.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Natuna, Ferizaldy, mengatakan, sebaran mangrove paling luas ada di Kecamatan Bunguran Barat yakni sekitar 1.300 hektare.
Konsentrasi hutan mangrove ada di beberapa wilayah seperti Sedanau, Mekar Jaya, Pian Tengah, Binjai dan beberapa spot lainnya.
Sementara itu, daerah paling sedikit pertumbuhan mangrove yaitu di Kecamatan Bunguran Timur. Hal ini terjadi karena posisinya berada di bagian utara dan be hadapan langsung dengan laut Natuna Utara.
“Secara umum kondisi mangrove di kabupaten Natuna relatif masih bagus. Hanya sebagian kecil di beberapa titik yang perlu direhabilitasi,” ungkap Ferizaldy, Kamis (28/03/2024).
Menurutnya, mangrove sangat rentan terhadap perubahan terutama kawasan permukiman, tambak, pabrik arang dan peruntukan usaha lainnya.
“Kerentanan itu perlu kita jaga agar tetap lestari. Boleh kita gunakan tapi dengan cara yang ramah lingkungan dan seefisien mungkin,” ungkapnya.
Ia berharap, kerjasama dengan berbagai pihak termasuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dapat dilaksanakan secara kontiniu, sehingga kedepan kepulauan Natuna terbebas dari ancaman abrasi.