Program restorasi gambut mungkin akan berakhir. Meskipun demikian, berbagai pihak meyakini segala program yang dijalankan masih akan terus berlanjut karena dasarnya sudah diletakkan pada kebijakan di tingkat tapak.
Program restorasi gambut bakal berakhir meskipun masih menunggu keputusan Presiden RI. Meskipun demikian, pembangunan desa melalui Desa Peduli Gambut masih akan terus berlanjut.
Hal itu terungkap dalam Dialog Akhir Tahun 2020 Desa Peduli Gambut (DPG) Dampingan Lembaga Kemitraan di Kalimantan Tengah yang diselenggarakan sejak Senin (30/11/2020) sampai Selasa (1/12/2020). Dialog tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Kemitraan (Partnership) Indonesia yang merupakan mitra kerja Badan Restorasi Gambut (BRG) RI.
Kepala Subkelompok Kerja Peningkatan Partisipasi Desa Gambut BRG RI Muhammad Yusuf mengungkapkan, Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang paling banyak memiliki desa dampingan dalam program restorasi gambut dibandingkan dengan tujuh provinsi lainnya. Ketujuh provinsi itu, antara lain, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Papua.
BRG RI melalui Lembaga Kemitraan untuk mendampingi setidaknya 109 desa dalam program DPG di tujuh provinsi dengan sumber dana dukungan Pemerintah Norwegia. Pendampingan itu dilakukan sejak 2018 hingga berakhir pada 30 November 2020. Pola pendampingan menyasar pada lima hal, yaitu kepastian tenurial (pemetaan partisipatif), restorasi gambut, perencanaan partisipatif (kebijakan desa), revitalisasi ekonomi, serta revitalisasi kultural dan kearifan lokal.
”Restorasi gambut merupakan pembangunan desa itu sendiri. Kami sudah meletakkan dasar pembangunan mulai dari tingkat tapak sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan,” kata Yusuf.
Yusuf menambahkan, kerja BRG RI memang sudah menemui ujung. Meskipun demikian, pihaknya masih menunggu keputusan Presiden RI Joko Widodo terkait keberlangsungan kerja restorasi gambut. Namun, ia yakin pihaknya beserta semua mitra kerja sudah meletakkan dasar pembangunan desa yang ramah lingkungan atau penyesuaian dengan kondisi desa.
”Banyak pembangunan di wilayah itu mengabaikan karakteristik ekologis setempat. Nah, kami selama ini berupaya melakukan pembangunan dengan tetap mempertahankan karakteristik itu. Ini tidak bisa berhenti, semua yang dilakukan, mulai dari ekologi, ekonomi, hingga sosial dan budaya, masih terus berlanjut,” tutur Yusuf.
Restorasi gambut merupakan pembangunan desa itu sendiri. Kami sudah meletakkan dasar pembangunan mulai dari tingkat tapak sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Project Officer DPG Kalimantan dan Papua Lembaga Kemitraan Sudarwan menjelaskan bahwa di Kalteng pihaknya telah mendampingi pembuatan peraencanaan penggunaan dana desa untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga revitalisasi ekonomi. Periode 2018-2019 terdapat 47 desa yang menganggarkan Rp 4,7 miliar dana desa untuk pencegahan karhutla, pembelian sarana dan prasarana, juga modal usaha. Lalu pada periode 2020-2021 setidaknya terdapat 19 desa yang menganggarkan 3,4 miliar anggaran desa untuk keperluan yang sama.
”Meskipun kerja kami berakhir, kami yakin pembangunan desa melalui DPG masih terus berlanjut karena memang sudah menjadi kebijakan di desa,” kata Sudarwan.
Sudarwan menjelaskan, pihaknya juga menemukan begitu banyak tantangan selama berproses di desa, mulai dari akses jalan, akses internet, monitoring sumur bor yang kurang maksimal, dan banyak hal lainnya. ”Apalagi adanya pandemi Covid-19 ini, banyak anggaran desa tadi terpakai atau dikurangi untuk pencegahan penyebaran Covid-19 di desa,” ujarnya.
Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Politik Sekretariat Daerah Provinsi Kalteng Endang mengungkapkan, banyak sekali kerja nyata yang dilakukan BRG RI di wilayahnya dan berdampak positif baik dari sisi lingkungan, ekonomi, maupun sosial budaya. Ia mengambil contoh, mulai dari beragam jenis usaha baru dengan menggali potensi desa hingga ekowisata.
”Kami berharap pembangunan seperti ini bisa terus dilanjutkan. Daerah pun tetap melanjutkan pembangunan seperti ini dengan program DPG,” ujarnya.
Endang mengungkapkan, Kalteng selalu menjadi wilayah penyumbang bencana asap hingga ke luar negeri. Ia berharap program tersebut bisa lebih gencar dilakukan lagi untuk mengurangi karhutla dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
artikel terbit di Kompas.id, 1 Desember 2020