“Kalau tidak makan pedas itu berarti bukan orang Banjar”, ucap Achmad Fauzi, Fasilitator Desa Peduli Gambut (Fasdes) dari Badan Restorasi Gambut (BRG). Maka wajar saja jika hampir seluruh kebun di Desa Pulau Damar, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan tampak tanaman cabai tumbuh subur. Bahkan salah satu kebun dengan luas 170 m x 70 m bisa menghasilkan hingga 650 kilogram cabai hijau dalam satu kali proses panen. “Alhamdulillah, satu kali panen cabai kelompok tani di Desa Pulau Damar bisa memperoleh pendapatan sampai Rp. 15 Juta,” ungkap Fauzi yang menjadi Fasdes di Desa Pulau Damar sejak Januari 2019.
Cabai, menurut Fauzi adalah salah satu komoditas unggulan dari Desa Pulau Damar karena rasanya yang pedas. Tidak hanya itu, cabai di Desa Pulau Damar juga dihasilkan dari kebun yang dikelola secara ramah lingkungan yakni melalui pengelolaan tanpa bakar. “Cabai ini dihasilkan dari kebun yang dikelola dengan cara tidak dibakar. Yang mengelola kebun langsung masyarakat dan kelompok tani di desa”, ujar Fauzi.
Kesadaran masyarakat Desa Pulau Damar mengelola kebun tanpa bakar ini sudah muncul dari tahun 2017. Sebelumnya diakui cara mengelola kebun adalah dengan dibakar karena dinilai lebih murah dan cepat. “Cara dibakar memang dilakukan oleh kelompok tani di sini. Tapi sejak kebakaran tahun 2015 dan sempat ada konflik antar kelompok tani yang rugi karena kebun nya terbakar, pemerintah desa dibantu tetua di Desa Pulau Damar ini langsung mengeluarkan himbauan untuk mengelola kebun dengan tidak dibakar. Tapi sayangnya masih banyak pakai pupuk kimia,” ujar Fauzi.
Berbekal ilmu pembuatan pupuk alami yang dipelajari selama kegiatan Sekolah Lapang yang diadakan oleh BRG, Fauzi mengajak kelompok tani di Desa Pulau Damar untuk mulai memakai pupuk alami pada kebun mereka. “Respon kelompok tani disini baik sekali. Mereka mau coba pakai pupuk alami. Supaya pemakaian pupuk alami bisa berlanjut, saya mengusulkan kepada Kepala Desa Pulau Damar untuk menganggarkan kegiatan peningkatan kapasitas pengolahan pupuk organik. Alhamdulillah disetujui dan masuk ke APBDes Perubahan 2019 dan RKPDes 2020,” ucap Fauzi.
Senada dengan Fauzi, Kepala Desa Pulau Damar, Bapak Abdul Halim menyatakan dukungan perangkat desa terhadap penggunaan pupuk dari bahan alami ini di setiap kebun. “Saat ini memang masih ada pakai pupuk kimia. Tapi sudah banyak juga kebun pakai pupuk alami. Perbandingannya sekitar 65:35,” jelas Kades Abdul. Pemerintah Desa Pulau Damar juga menunjukkan dukungannya terhadap pengelolaan lahan gambut tanpa bakar dengan memasukan kegiatan pembangunan menara pemantau api pada APBDes 2019. “Di APBDes 2019 kami anggarkan juga pembangunan menara pemantau api, supaya bisa dipantau dan ada respon cepat kalau ada potensi kebakaran dari luar desa,” ujar Abdul.
Desa Pulau Damar berlokasi di dalam Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) Sungai Balangan – Sungai Batang Alai, yang menjadi target restorasi gambut BRG. Tidak hanya program Desa Peduli Gambut, Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) juga dilakukan BRG dengan dibangun 54 unit Sekat Kanal pada tahun 2017-2018 melalui mekanisme Tugas Pembantuan (TP). Pada 2018, dengan mekanisme yang sama, BRG juga memberikan bantuan alat produksi paska panen dan pelatihan pembuatan produk turunan dari cabai seperti cabai kering dan saos. (SA)