Beberapa wilayah di Indonesia mulai memasuki musim kemarau bulan Juni 2020 ini. Untuk masyarakat dan desa-desa sekitar lahan gambut perlu kewaspadaan ekstra terutama terkait pencegahan kebakaran lahan gambut.
Apalagi seperti diutarakan oleh Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna Safitri, bahwa kebakaran lahan gambut banyak terjadi karena faktor manusia. “Kita semua tidak ingin bencana asap terjadi, apalagi di tengah upaya besar menanggulangi Pandemi Covid-19. Karena itu, semua pihak termasuk masyarakat perlu siaga dan terus melakukan pencegahan kebakaran,” katanya.
Banyak persiapan sudah dilakukan di tingkat tapak, seperti warga Desa Simpang Tiga Abadi di Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, yang rutin melakukan pengecekan dan pemeliharaan terhadap sumur-sumur bor di desanya. Menurut salah satu warga desa, Pak Achmad, sumur bor yang masih berfungsi itu memberi jaminan bahwa desanya lebih siap mencegah kebakaran lahan gambut. Simpang Tiga memang kerap mengalami kebakaran gambut saat musim kemarau tiba. Beberapa sumur di desa itu ada yang dibangun oleh LSM Kemitraan yang menjadi mitra Badan Restorasi Gambut (BRG).
Sama halnya di provinsi Kalimantan Selatan, di Desa Sungai Namang, Kabupaten Hulu Sungai Utara di Kalimantan Selatan, fasilitator DPG (Desa Peduli Gambut), Yeni Kusuma, bersama anggota Masyarakat Peduli Api setempat, aktif melakukan pengecekan alat pengukur tinggi muka air di lahan gambut. Alat yang kerap disebut TMA ini dibangun oleh BRG untuk memberikan informasi perihal kondisi tinggi muka air secara real time. Terhubung dengan sistem yang disebut SIPALAGA atau Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut, alat ini menjadi instrumen penting untuk deteksi dini terhadap kekeringan lahan gambut.
Selain mengecek alat TMA, Yeni juga mengajak warga memasang bendera pada sumur-sumur bor yang ada. Ini untuk memudahkan mereka menemukan lokasi sumur jika terjadi kebakaran. “Pengalaman kami pada tahun-tahun sebelumnya, sulit menemukan lokasi sumur di lapangan jika tidak ada penanda yang jelas. Karena itu, kami berinisiatif memasang bendera dengan tiang yang cukup tinggi di dekat sumur-sumur bor ini,” ucap Yeni.
Aktivitas sehari-hari fasilitator DPG dalam bulan-bulan ini banyak diisi dengan membantu pengecekan kondisi sumur, sekat kanal dan alat TMA. Mereka menemani warga melakukan pembersihan di sekitar lokasi alat-alat tersebut, memastikan alat berfungsi dan melaporkan kepada BRG jika ada kerusakan. Hal inilah yang dilakukan juga oleh Jery, fasilitator Desa Pulau Limbung di Kalimantan Barat dan Achmad Fauzi, fasilitator Desa Pulau Damar, Kalsel.
Dari Desa-desa Peduli Gambut yang didampingi BRG dan Kemitraan tahun 2019 lalu, APBDes yang dialokasikan untuk pemeliharaan infrastruktur pembasahan gambut mencapai Rp 1,8 miliar, dan dana untuk operasional Kelompok Masyarakat Peduli Api kurang lebih Rp 1,4 miliar.
Semua pihak perlu bekerja sama untuk mencegah terjadinya kebakaran. Masyarakat desa mau turut serta berperan untuk upaya ini yang terbukti efektif. Karena pencegahan lebih penting dalam upaya bersama penanganan kebakaran di lahan gambut, karena gambut yang sudah terbakar akan sulit dipadamkan.