Bonn, Jerman, 7 November 2017 – Indonesia melalui Badan Restorasi Gambut (BRG) menyampaikan kemajuan pelaksanaan restorasi gambut di forum COP 23 Bonn. Pemerintah Indonesia menjalankan komitmen nasional untuk menurunkan emisi hingga tahun 2030 sebesar 29% dan hingga 41% dengan dukungan internasional. Dalam konteks ini, restorasi ekosistem gambut memberikan kontribusi penting.
Deputi BRG Bidang Perencanaan dan Kerja Sama Budi Satyawan Wardhana dalam diskusi panel yang diselenggarakan oleh Pemerintah Jerman paralel dengan pembukaan sidang ke 23 Konferensi Para Pihak ke Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC COP 23) di Bonn, Jerman pada 6-17 November 2017 menyampaikan BRG akan merestorasi sekitar 2,5 juta hektar ekosistem gambut yang terdegradasi, di antaranya yang terbakar pada tahun 2015 seluas 875 ribu hektar,” kata Budi Wardana dalam presentasinya.
Moratorium penerbitan izin untuk lahan gambut di Indonesia telah diperbaharui melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2017 soal penundaan dan penyempurnaan tata kelola pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut. Instruksi ini adalah perpanjangan ketiga sejak pertama kali dicanangkan tahun 2011.
“Pemantauan moratorium ini menjadi penting, karena wilayah yang dimoratorium sangat luas. Saat ini 1,4 juta hektar lahan gambut ada dalam pengelolaan izin konsesi perkebunan khususnya kelapa sawit dan hutan tanaman industri untuk pulp dan kertas. Selain itu, kami juga mengkoordinir restorasi 225.000 hektar wilayah konservasi yang telah terbakar dan dikonversi,” lanjut Budi.
Kerja yang dilakukan BRG sejalan dengan upaya yang digagas Global Peatland Initiative atau Inisiatif Gambut Global. Ini adalah sebuah inisiatif internasional berbagai kalangan ahli dan institusi untuk menyelamatkan lahan gambut dari kerusakan dan memperburuk emisi gas rumah kaca dunia.
Inisiatif ini dibentuk karena lahan gambut masih sangat sedikit dipahami selain terancam terbakar karena konversi menjadi lahan pertanian, infrastruktur dan upaya pembangunan lainnya.