Bonn, Jerman, 14 November 2017 – Sejumlah kalangan pada sidang ke 23 Konferensi Para Pihak dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC COP 23) yang tengah berlangsung di Bonn, Jerman, saat ini, menyambut baik aksi restorasi di tingkat tapak yang dilakukan Badan Restorasi Gambut (BRG), pemerintah daerah, dan para mitra.
Pada acara yang diselenggarakan oleh Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA) di Paviliun Jepang pada 11 November 2017, Kepala BRG, Nazir Foead, menjelaskan perkembangan pemasangan alat pemantauan muka air tanah di lahan gambut. Alat ini dapat secara real time melaporkan kelembaban lahan gambut. Telah terpasang 20 alat di Riau, Jambi, dan Kalimantan Tengah.
Sementara itu, Deputi Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan, Alue Dohong, dalam berbagai kesempatan presentasi di arena COP 23 menjelaskan bahwa fokus kegiatan pembangunan infrastruktur pembasahan gambut tahun 2017 dilakukan bersama dengan masyarakat dan universitas. Saat ini kegiatan tersebut berlangsung di 6 provinsi: Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Sejalan dengan pendekatan 3-R dalam restorasi gambut (Rewetting, Revegetasi dan Revitalisasi), penguatan kelompok masyarakat menjadi perhatian utama BRG. Kelompok- kelompok ini difasiltasi untuk membangun sumur bor dan sekat kanal serta mendapatkan insentif kegiatan ekonomi untuk revitalisasi mata pencaharian di lahan gambut.
Provinsi Riau, sebagai contoh, adalah provinsi terbesar kedua dari sisi luas areal yang masuk sebagai target restorasi gambut. Dengan anggaran APBN 2017 dibentuk kelompok masyarakat di Kab. Pelalawan, Kab. Siak, Kab. Kota Dumai, Kab. Rokan Hilir, Kab. Kampar, Kab. Bengkalis, Kab. Kepulauan Meranti, dan Kab. Indragiri Hilir. Kelompok ini membangun 400 sumur bor dan 311 sekat kanal. Sementara itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan donor juga melakukan kegiatan serupa dengan tidak kurang dari 100 sumur bor dan 10 sekat kanal dibangun.
Partisipasi masyarakat dalam restorasi gambut juga dilakukan melalui Program Desa Peduli Gambut. “Terdapat 11 desa dan kelurahan di Riau yang masuk dalam program ini untuk tahun 2017. Luas desa/kelurahan itu sekitar 170 ribu hektar, dengan 157 ribu hektar atau 92% wilayahnya ada dalam lokasi target restorasi gambut”, demikian disampaikan Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan, Myrna A. Safitri di Bonn kemarin.
Kegiatan pemberdayaan sosial-ekonomi di tingkat tapak dilakukan pada desa/kelurahan ini. Salah satunya adalah dengan pelatihan pengembangan Badan Usaha Milik Desa dan pembentukan kawasan perdesaan gambut. Bersama dengan Kementerian Desa, BRG menyelenggarakan lokakarya perencanaan kawasan perdesaan di Provinsi Riau pada 13-14 November 2017.
BRG mengalokasikan Rp 152 Miliar anggaran tahun 2017 untuk kegiatan pembasahan (R1), pemberdayaan ekonomi (R3) dan penyiapan kelembagaan masyarakat di tingkat tapak pada 7 provinsi. Kegiatan bersama masyarakat di Riau untuk tahun ini mencapai Rp 24 Milyar yang terdiri dari kegiatan pembasahan gambut dan revitalisasi ekonomi sebesar Rp 19 Milyar dan kegiatan pemberdayaaan sosial-ekonomi sebesar Rp 5 Milyar