Kondisi hutan mangrove di Kaltara saat ini banyak berubah jadi tambak. BRGM siapkan anggaran Rp 1, 5 triliun untuk rehabilitasi mangrove di 9 Provinsi.
Ada 9 provinsi di Indonesia yang masuk wilayah hutan mangrove kategori rawan dan perlu dilakukan rehabilitasi.
Dari sembilan provinsi, Kalimantan Utara salah satunya yang perlu mendapatkan rehabilitasi hutan mangrove.
Demikian dikemukakan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono saat kunjungannya ke Kawasan hutan mangrove Kaltara pada Selasa (1/6/2021) kemarin.
Dibeberkan Hartono, secara nasional, 9 provinsi tersebut di antaranya Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Bangkabelitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat dan Papua.
“Kalau dilihat di citra satelit banyak hutan mangrove sudah dikonversi menjadi tambak. Itu yang perlu kami evaluasi lagi.
Apakah tambak itu memang bisa dibangun di situ atau di lokasi yang harusnya bisa dicampur dengan mangrove atau kalau tata ruangnya untuk hutan memang harus ditutup dengan ditanami lagi,” beber Hartono.
Sebelum bertandang ke Desa Liyagu, Kecamatan Sekatak, Rabu (2/6/2021) ini, Hartono mengatakan, selain mendapatkan data dari citra satelit, juga informasi dari tokoh masyarakat terkait penggunaan wilayah yang ditumbuhi pohon bakau di beberapa wilayah, termasuk Pantai Amal Kota Tarakan.
Sebelumnya ia juga sudah berkunjung langsung ke beberapa provinsi memantau kondisi hutan mangrove yang dinilai krisis.
Nantinya usai pemantauan kata Hartono, BRGM akan menjalin kerja sama dengan Badan Pengelolalaan DAS (BPDAS) dan sejumlah instansi lainnya mengevaluasi kondisi mangrove yang sudah teridentifikasi sebagai mangrove yang terdegradasi.
Adapun anggarannya, dalam hal ini BRGM menyiapkan Rp 1,5 triliun untuk rehabilitasi hutan mangrove di 9 provinsi yang diidentifikasi.
Lebih jauh ia melanjutkan, percepatan rehabilitasi mangrove di Kaltara, selain di Kalbar dan Kaltim, perlakuannya tak bisa sama.
“Di Kaltara saya kira mesti hati-hati. Karena yang kita kategorikan sebagai mangrove kritis yang perlu direhab ternyata memang di lapangan ada yang sudah berbentuk tambak.
Dan kita tahu pulau pulau di Kaltara itu sebagian difungsikan sebagai lahan pertambakan,” urainya.
Dengan demikian, upaya rehabilitasi yang harus dilakukan, ini mesti melibatkan masyarakat yang selama ini menggarap tambak lanjutnya.
“Disamping juga kita harus mempedomani tata ruang dari pesisir dan pulau kecil. Sehingga tidak bisa langsung dilakukan kalau lokasi dulu itu sebelumnya mangrove sekarang dibuka jadi lahan lain. Itu yang kami dapatkan,” urainya.
Ia melanjutkan, informasi lainnya beberapa laporan yang masuk, penyebab kerusakan mangrove karena pohon bakau ditebang untuk cerucuk selain untuk lahan tambak.
“Mangrove ditebang untuk bahan bangunan. Kalau kasusnya ini, relatif lebih mudah.
Karena masyarakat yang tadi sempat diwawancarai welcome dan bersedia membantu mengembalikan tutupan mangrove di lokasi. Namun untuk yang sudah terlanjur menjadi pertambakan nanti akan dibahas lebih lanjut,” jelas Hartono.
“Disamping juga kita harus mempedomani tata ruang dari pesisir dan pulau kecil. Sehingga tidak bisa langsung dilakukan kalau lokasi dulu itu sebelumnya mangrove sekarang dibuka jadi lahan lain. Itu yang kami dapatkan,” urainya.
Ia melanjutkan, informasi lainnya beberapa laporan yang masuk, penyebab kerusakan mangrove karena pohon bakau ditebang untuk cerucuk selain untuk lahan tambak.
“Mangrove ditebang untuk bahan bangunan. Kalau kasusnya ini, relatif lebih mudah.
Karena masyarakat yang tadi sempat diwawancarai welcome dan bersedia membantu mengembalikan tutupan mangrove di lokasi. Namun untuk yang sudah telanjur menjadi pertambakan nanti akan dibahas lebih lanjut,” jelas Hartono.