Bonn, Jerman, 10 November 2017 – Menjelang tahun kedua setelah pembentukannya di awal 2016, Badan Restorasi Gambut (BRG) telah merintis kegiatan bersama masyarakat untuk melaksanakan restorasi gambut. Dua orang Kepala Desa dari Jambi dan Kalimantan Tengah membagi pengalaman mereka di hadapan para pengunjung Paviliun Indonesia di arena UNFCCC COP23 di Bonn, Jerman.
Datuk Tamin, Kepala Desa Sungai Bungur, Kabupaten Muaro Jambi, menceritakan bagaimana desanya yang terletak di lahan gambut adalah langganan kebakaran sampai tahun 2015. Namun sekarang tidak lagi. “Kami melakukan pemanfaatan lahan gambut dengan mempertahankan kearifan lokal kami. Kami membuat peraturan-peraturan di desa, masyarakat dalam membuka lahan tak boleh lebih dari satu hektar, dilakukan bergotong royong dan tidak lagi membakar,” jelas Pak Tamin.
Di desanya, Pak Tamin mendorong warganya untuk mempertahankan tanaman lokal untuk menjaga keutuhan ekosistem gambut. Masyarakat di sana tidak boleh menanam di lahan gambut dengan kedalaman di atas tiga meter. “Warga kami juga menjaga tanaman pinggiran sungai agar gambut tetap basah antara lain tanaman pandan. Pandan ini selain memperlambat jalannya api, juga menambah penghasilan dengan anyam tikar, tas pandan, dan dijual di pasar,” tambah Pak Tamin.
Serupa dengan upaya yang dilakukan Tamin di Desa Sungai Bungur, ada Yanto, Kepala Desa Gohong, Kabupaten Pulang Pisau, di Kalimantan Tengah. “Luas Desa Gohong itu, 60% adalah lahan gambut. Tahun 2015 desa kami rusak terbakar seluas 300 ha. Kami merasakan dampak buruk pada kesehatan. Lalu pada tahun 2016 masyarakat bergerak dan berinisiatif dan melakukan upaya-upaya pencegahan kebakaran,” kata Yanto.
Bersama dengan Pemerintah Daerah dan pihak swasta, Yanto mendorong usaha restorasi gambut, ikut mensosialisasikan pembukaan lahan tanpa bakar, dan uji coba penanaman buah naga. Di Desa Gohong dibentuk Kelompok Masyarakat Peduli Api, dengan anggota 20 orang dan Kelompok Masyarakat Peduli Tabat (sekat kanal) dengan anggota 10 orang. “Kami tidak lagi membakar dan saat ini telah berhasil telah mengelola lahan gambut seluas 60 ha tanpa bakar difasilitasi oleh BRG dan Dinas Pertanian Pulang Pisau,” jelas Yanto lagi.
Kepala BRG, Nazir Foead, saat membuka diskusi panel mengatakan, “Usaha bekerja sama dengan petani dalam restorasi gambut dilakukan antara lain dengan mendorong adaptasi cara mereka bercocok tanam. BRG melakukan sejumlah uji coba pertanian tanpa bakar di lahan gambut. Lahan gambut yang dikelola masyarakat akan memberikan kontribusi penting pada capaian program ketahanan pangan nasional.”
Pengalaman yang disampaikan masyarakat dalam diskusi panel di arena COP 23 menunjukkan kepada pengunjung bahwa komitmen melindungi gambut yang ditunjukkan masyarakat sangat tinggi. Untuk itu diperlukan dukungan dan kolaborasi dengan semua pihak.