Badan Restorasi Gambut (BRG) menargetkan akan menyelesaikan pemasangan tambahan 30 unit alat pemantau Tinggi Muka Air (TMA) pada akhir Agustus 2019. Penambahan alat TMA bertujuan untuk memantau potensi titik panas yang timbul di area target restorasi, yang dilihat dari data tinggi muka air di lahan gambut. “Dari total 30 unit tambahan alat TMA, 6 unit dipasang di Kalteng, 4 unit di Kalsel, 8 unit di Riau, 4 unit di Jambi dan 8 unit di Kalbar. Pemasangan akan dilakukan 2 tahap, 10 unit di tahap pertama di bulan Juli 2019 dan 20 unit di tahap kedua di bulan Agustus 2019,” ungkap Abdul Karim Mukharomah atau yang lebih akrab disapa dengan Karim, Kepala Kelompok Kerja Pengembangan Data BRG (23/7).
Pemasangan alat TMA dilakukan BRG dengan melibatkan masyarakat desa dan Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) agar pemeliharaan dan pemantauan kondisi alat dilakukan secara gotong-royong. “Tahun 2019 ini kita kebut pemasangan alat TMA agar setelahnya kita dapat adakan pelatihan kepada penjaga alat TMA, yakni masyarakat desa dan tim di tiap provinsi,” tutur Karim.
Untuk Provinsi Jambi, 4 unit tambahan alat TMA dipasangkan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi. Di Provinsi Riau, 8 unit TMA akan dipasangkan di Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Sementara di Provinsi Kalimantan Tengah, 6 unit TMA akan dipasangkan di Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kapuas dan Kota Waringin Timur. Untuk Provinsi Kalimantan Selatan, 4 unit TMA akan dipasangkan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Barito Kuala. Di Provinsi Kalimantan Barat, target pemasangan 8 unit TMA akan dilakukan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Kubu Raya.
Pemilihan lokasi pemasangan alat TMA menurut Karim didasarkan pada Peta Indikatif Restorasi (PIR) serta mempertimbangkan faktor lainnya. “Lokasi pemasangan TMA didasarkan pada data PIR namun kita juga lihat dari kerentanan lokasi terhadap kekeringan dan akses GPRS di sana agar mudah mengirimkan data secara telemetri,” ujar Karim.
Prakiraan musim kemarau yang akan terjadi lebih panjang pada tahun 2019 membuat pemantauan tinggi muka air di lahan gambut harus ditingkatkan. Dengan ditambahnya alat TMA berarti area yang akan terpantau oleh aplikasi Sistem Pemantau Air Lahan Gambut (SIPALAGA) akan lebih luas. “TMA akan merekam parameter tinggi muka air, kelembaban tanah dan curah hujan. Alat ini punya tiga kategori informasi peringatan dini yaitu aman, siaga dan bahaya, dengan tanda warna hijau, kuning dan merah. Kondisi merah berarti kondisi bahaya yaitu jika terdeteksi air di lahan gambut semakin rendah atau lebih dari 0,4 meter di bawah permukaan tanah. Ini berarti kondisi lahan gambut mengalami kekeringan sehingga rentan terjadi hotspot,” lanjut Karim. Karim menambahkan data TMA dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehingga kordinasi pemantauan potensi titik panas lebih mudah dan cepat. (SA)