Indonesia memiliki ekosistem mangrove seluas 3.36 juta hektare (ha) dan 3 juta ha padang lamun yang mampu menyimpan karbon sebesar 17 persen dari cadangan blue carbon dunia.
Melihat potensi mangrove dalam pasar ekonomi biru di kancah dunia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai memperhatikan kesehatan laut dengan melindungi ekosistem mangrove dan meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir.
Sayangnya kerusakan mangrove masih ditemukan akibat pembukaan lahan tambak, penebangan mangrove untuk bahan dasar arang, dan kontruksi rumah.
Program rehabilitasi mangrove menjadi solusi dari masalah ini.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi memberikan mandat kepada Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) untuk melakukan percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 ha hingga tahun 2024.
Rehabilitasi mangrove tersebut termasuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dijalankan pemerintah.
Salah satu wilayah kerja rehabilitasi mangrove BRGMN berada di Provinsi Sumatera Utara (SUMUT)
Di Sumut, BRGM tak hanya bekerja sendiri, tetapi dibantu oleh BPDASHL Wampu Sei Ular serta kelompok masyarakat (Pokmas), salah satunya Pokmas Mangrove Unggul yang berlokasi di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.
Pokmas beranggotakan 25 orang itu mengelola wilayah mangrove seluas 52 ha dengan metode silvofishery, yaitu wilayah penanaman mangrove yang dimanfaatkan juga sebagai tempat budi daya ikan dan kepiting.
Panen ikan dan kepiting dilakukan setiap tiga bulan sekali dan menghasilkan kurang lebih Rp. 30 Juta satu kali panen.
Pokmas itu juga berhasil menanam mangrove sebanyak 83.200 batang mangrove dan sudah melakukan pembibitan 100 ribu bibit mangrove berjenis Rhizopora.
Kegiatan penanaman mangrove tersebut ternyata dapat meningkatkan pendapatan anggota pokmas. Setiap anggotanya memiliki penghasilan rata-rata Rp. 2-3 juta per bulan.
Hariyadi, anggota pokmas Mangrove Unggul, mengatakan , dirinya sangat terbantu dengan adanya penanaman mangrove.
“Sebab, jika bergantung pada hasil tangkapan laut, tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup,” katanya, dikutip dari keterangan pers resmi BRGM, rabu (27/4/2022).
Haryadi menambahkan, program penanaman itu menandakan bahwa kesadaran masyarakat menjaga ekosistem mangrove meningkat. Hal ini terlihat dari berkurangnya aktivitas penebangan mangrove.
Sementara itu, Ketua Pokmas Mangrove Unggul, Sarwiyah berharap BRGM bisa terus mengembangkan program rehabilitasi agar tidak terbatas pada penanaman dan perawatan mangrove saja.
“Namun juga program yang memberdayakan masyarakat seperti pelatihan yang dapat dijadikan usaha,” ucapnya.
Kendala yang dihadapi pokmas
Pengawas Pokmas Mangrove Unggul bernama Kelik mengatakan, meski terlihat lancar, pokmas seringkali menemukan kendala saat penanaman mangrove.
“Ombak besar seringkali menghanyutkan mangrove yang telah ditanam. Pemilihan mangrove juga tidak boleh asal dan harus disesuaikan dengan lokasi penanaman agar hasilnya maksimal,” ujar dia.
Ia pun berharap BRGM memberikan badan pengawas yang bisa melakukan monitoring terhadap pertumbuhan mangrove sehingga program penanaman bisa terus dilanjutkan.
Adapun Kepala Kelompok Kerja Rehabilitasi Wilayah Sumatera Onesimus Patiung mengatakan rehabilitasi mangrove terus dijalankan sesuai dengan program ekonomi baru.
“Tahun lalu, kami telah melakukan rehabilitasi mangrove di Sumatera Utara seluas 7.559 ha. Kami juga akan menjalankan program pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan perekonomian masyarakat,” paparnya.
https://medan.tribunnews.com/2022/04/27/mengenal-mangrove-indonesia-dan-manfaatnya-untuk-dunia