Lahan gambut menyimpan potensi besar baik untuk saat ini maupun masa depan. Kemudian pengelolaannya perlu menekankan pentingnya keserasian antara pendekatan ekosistem gambut dan spiritual ekonomi yang ramah terhadap ekosistem gambut. Karena itu daya dukung, pengembangan kebudayaan pertanian yang adaptif dan inovatif perlu ditingkatkan.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG), Dr. Myrna Safitri, dalam Seminar Nasional “Ekonomi Kerakyatan Dalam Transformasi Desa Gambut” yang diselenggarakan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK) UGM bekerja sama dengan BRG, pada hari Jumat (19/6) secara daring. Dalam Seminar Nasional yang dilakukan lewat ruang virtual Zoom dan Youtube ini menampilkan panelis yaitu Dr. Revrisond Baswir, MBA, Dosen FEB-UGM; Dr. Myrna A. Safitri, Deputi III-Badan Restorasi Gambut; Drs. H. Abdul Wahid HK, MM, M.Si-Bupati Hulu Sungai Utara; Awan Santosa, SE., M.Sc-Mubyarto Institute; Dr. Laksmi A. Savitri, MA -Tim Ahli Pustek UGM.
Dalam pelaksanaan pemulihan gambut, petani harus ditempatkan sebagai mitra utama agar pemulihan tersebut dapat menyentuh langsung problem rumah tangga petani. Selain pengelolaan ekosistemnya harus berbasis lansekap, faktor penting lain adalah menghargai kreativitas lokal anak muda dan pengarus-utamaan peran perempuan sebagai penopang ekonomi.
Pemerintah dalam hal ini BRG telah mengembangkan program Desa Peduli Gambut (DPG) sebagai salah satu bagian pengakomodasian partisipasi dan dukungan masyarakat dalam restorasi gambut. Program ini menghubungkan kawasan perdesaan dalam kesatuan hidrologis gambut. Hingga April 2020 terdapat 525 desa yang tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Program ini mengedepankan partisipasi masyarakat dan memberikan alternatif pertanian tanpa bakar yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mencegah kerusakan ekosistem gambut, dan mencegah kebakaran hutan dan lahan. Dengan demikian, nantinya dapat meningkatkan indeks desa membangun.
Ditambahkan oleh Ibu Myrna Safitri bahwa ada 276 desa/kelurahan yang mendapatkan kegiatan pengembangan inovasi lokal dan teknologi tepat guna pada 2019. Melibatkan 799 petani dan berhasil mengembangkan 265 demplot pertanian alami dan tanpa bakar. Masyarakat yang tinggal di kawasan lahan gambut telah sejak lama memanfaatkan lahan gambut sebagai sumber penghasilan utama. Kemudian munculnya larangan pemerintah untuk tidak membakar lahan gambut saat membuka lahan baru, disiasati sekolah lapang petani dan mengembangkan demplot pengelolaan lahan tanpa bakar (PLTB) di kawasan gambut.
Dalam kesempatan yang sama, menurut Dosen FEB UGM, Dr. Revrisond Baswir, BRG perlu mengambil langkah lebih tegas dalam melaksanakan reformasi agraria lahan gambut dan mengembangkan Bumdes. Dengan demikian diharapkan proses ekonomi kerakyatan dapat berlangsung dengan baik. Ini sesuai dengan topik ekonomi kerakyatan serta amanat yang sudah dicantumkan jelas dalam konstitusi khususnya pasal 33 UUD’45.
Peneliti Mubyarto Institute sekaligus peneliti PUSTEK UGM, Awan Santosa, S.E., M.Sc., menyampaikan pengembangan model inkubator ekonomi kerakyatan di desa-desa sekitar hutan yang bisa diterapkan seperti model jejaring ekonomi desa dan model dorongan koperasi desa. Dalam pengembangan inkubator ekonomi kerakyatan di desa-desa sekitar hutan berdasar tiga pilar yakni model intelektual, modal material, dan modal institusional.
Cukup menarik apa yang dijelaskan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU), Drs. H.Abdul Wahid HK., M.M., M.Si., dengan praktik nyata tentang pengembangan desa peduli gambut yang berada di wilayahnya. Luas lahan gambut di HSU adalah 25.672 hektare, dimana 6.273 hektare menjadi prioritas restorasi gambut berkanal atau zona budi daya yang dimaksimalkan melalui pengembangan desa peduli gambut yang berada di 4 kecamatan. Daerah-daerah tersebut bergerak di sektor perikanan, pertanian, dan kerajinan.
Mengusung slogan HSU Mantap, Bapak Bupati yakin bersama gotong royong dan kesungguhan masyarakat, ekonomi kerakyatan dapat mendorong tingkat kesejahteraan secara bertahap, dengan aksi dukungan nyata kepada masyarakat misalnya kemudahan dalam menjual hasil produksi melalui pasar kerajinan, pasar hasil pangan dan lainnya.
https://ugm.ac.id/id/berita/19590-restorasi-gambut-perlu-tempatkan-petani-sebagai-mitra