Kuliah daring ke 5 yang diadakan Badan Restorasi Gambut tanggal 11 Juni 2020 lalu, mengusung topik khusus yang menarik “Etika, Sains dan Politik dalam Kebijakan Sumberdaya Alam.” Materi kuliah disampaikan oleh Guru Besar Kebijakan Kehutanan IPB, Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. Topik yang sangat spesifik ini menarik minat para pendaftar hingga tercatat mencapai lebih dari 800 pendaftar sedangkan kuota di ruang virtual Zoom hanya tersedia untuk 300 peserta, dimana saat pelaksanaan 274 peserta dengan antusias memenuhi kanal Zoom dan ratusan lainnya di kanal youtube BRG.
Ada 5 bahasan pokok yang disampaikan oleh Profesor HK (sesuai dengan nama julukan yang yang biasa dipakai oleh kolega-koleganya) dalam kuliah Etika, Sains dan Politik dalam Kebijakan Sumberdaya Alam:
1. Apa yang dapat dilihat atau dirasakan sehari-hari?
2. Rasionalitas, Etika, Sains, Narasi Kebijakan
3. Karakteristik SDA, Karakteristik Sosial
4. Kondisi di Indonesia—Kegagalan Institusional
5. Catatan Akhir
Tujuan kebijakan yaitu menyelesaikan masalah yang dialami masyarakat melalui proses berfungsinya tugas-tugas pemerintahan yang secara hukum dan administrasi telah ditetapkan. Tetapi dalam prakteknya terdapat pilihan-pilihan karena ada perbedaan cara berpikir, kepentingan-kepentingan maupun bekerjanya jaringan yang dapat memperkuat atau bahkan memaksakan pilihan-pilihan itu melalui kekuasaan (Wolmer dkk 2006).
Yang patut diperhatikan adalah jika ada bias birokrasi, yaitu blind spot (titik buta) dimana praktik kebijakan cenderung lebih berpihak pada penguasa terutama dalam konflik-konflik sumber daya alam. Mungkin birokrasi tidak dapat melihat masalah-masalah yang dihadapi masyarakat akibat titik buta oleh padatnya tugas-tugas administrasi daripada berhubungan langsung dengan kenyataan-kenyataan di lapangan. Karena harus diakui kebijakan dibentuk dan dijalankan benar-benar ditentukan oleh cara pikir, kepentingan dan jaringan.
Para pihak yang banyak berkutat di pengelolaan sumberdaya alam termasuk kelola ekosistem gambut dalam bahasan Rasionalitas, Etika, Sains dan Narasi Kebijakan harus jeli memperhatikan agar tidak terjebak dalam kontestasi narasi dalam artian kekuatan kelompok penganut narasi tertentu yang memberi pengaruh besar dalam proses pengambilan kebijakan. Narasi yang sudah dikemas ulang kemudian menjadi “alat pemaksa” yang cukup halus, karena daya paksanya sudah tersebar di tengah-tengah masyarakat—berupa keyakinan-keyakinan, kebijakan ataupun diskursus—melalui pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Itulah sebabnya perlu meletakkan nilai-nilai baru dalam pengelolaan sumberdaya karena sumber daya alam selain mengandung karakteristik sumberdaya alam juga ada karakteristik sosial, perlu pemetaan sosial-ekonomi-politik masyarakat untuk pemetaan posisi serta kuadran analisa untuk menjelaskan relasi kerusakan dengan ketidak-adilan pemanfaatan sumberdaya alam, agar kegagalan secara institusional tidak berulang.
Sebagai penutup, kebijakan sumberdaya alam yang hati-hati dan saksama karena pilihan dan konsekuensinya serta merupakan kebijakan publik dimana Etika, Sains dan Politik memegang peran penting, karena kebijakan bukan hanya berpijak pada hukum dan administrasi, tetapi juga “kebenaran” sebagai hal yang diperjuangkan secara politik.