Bonn, Jerman, 12 November 2017 – Badan Restorasi Gambut (BRG) menyambut baik dukungan dari berbagai kalangan, termasuk pihak akademik dan swasta dalam melaksanakan restorasi gambut di Indonesia. Untuk mencapai target restorasi lahan gambut seluas 2,5 juta hektar pada tahun 2019, sangat penting untuk melibatkan para pihak ini dalam aksi kolaborasi.
Sementara dukungan internasional tercermin dari apresiasi yang disampaikan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat dan penerima Nobel Perdamaian bersama dengan Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) tahun 2007, Albert Gore Jr. Dalam kesempatannya berkunjung ke Paviliun Indonesia, Gore memberi penghargaan pada komitmen Pemerintah Indonesia dalam menangani masalah hutan dan lahan gambut.
Kepala BRG Nazir Foead dalam diskusi mengenai “Pemantauan Muka Air Tanah secara Real Time dalam Pengalaman di Lahan Gambut Indonesia”, yang diselenggarakan oleh pihak Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA), di arena UNFCCC COP 23 di Bonn, Jerman, mengatakan, “Kita memerlukan pemantauan yang akurat. Kami telah bekerja sama dengan para peneliti Jepang untuk mengembangkan sistem SESAME. Dengan sistem SESAME ini muka air dapat dipantau secara waktu nyata dengan mengirimkan informasi lapangan melalui jaringan telepon genggam. Sistem ini memiliki potensi sangat baik, namun perlu diterapkan lebih luas lagi”.
Dr. Hidenori Takahashi dari Universitas Hokkaido mengembangkan SESAME atau Sensory Data Transmission Service Assisted by Midori Engineering secara teknis bersama BPPT dan menerapkannya di lapangan bersama BRG. Dr. Takahasi telah melakukan pengukuran muka air di lahan gambut Kalimantan sejak tahun 1993.
Seorang peneliti lain dari Universitas Hokkaido, Dr. Mitsuru Osaki, yang juga telah melakukan riset selama puluhan tahun di lahan gambut Kalimantan, mengembangkan model muka air tanah di lahan gambut dengan menggunakan peta muka air dan kelembaban lahan gambut. Peta ini berguna untuk meningkatkan kewaspadaan dan penanganan cepat bencana kebakaran.
Selain dukungan para akademisi, sebuah perusahaan perkebunan hutan tanaman industri (HTI) di Kalimantan Barat, PT Wana Subur Lestari (WSL), yang sebagian besar dari lahan
konsesinya seluas lebih dari 40,000 hektar terletak pada lahan gambut, telah melaksanakan kajian dan menerapkan pemanfaatan hutan secara lestari di wilayahnya. “Mengelola lahan gambut besar tantangannya, kami menerapkan sistem dengan pemantauan yang ketat agar tetap produktif dan lestari,” kata salah satu ahli dari WSL, Asep Andi Yusup, dalam diskusi panel terpisah.
“Secara umum kami melaksanakan tiga tahap, yaitu pertama penilaian lapangan di mana kami melakukan survey lapangan yang ketat agar kami mendapatkan informasi lengkap mengenai bagaimana mengelola lahan dengan tepat. Dengan informasi tersebut kami menerapkan sistem pengelolaan air untuk mencegah kebakaran, mempertahankan produktivtas kayu dan mengurangi banjir. Terakhir kami terus memantau secara intensif dan terus melakukan perbaikan,” jelas Asep.