No:09/SIPERS/BRGM/04/2023
Dapat disiarkan segera
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk segera mencapai Sustainable Development Goal (SDG) dengan menjaga keberlangsungan lingkungan dengan melakukan aksi – aksi nyata. Hal ini terlihat pada penurunan laju deforestasi yang signifikan dan terendah pada 20 tahun terakhir, turunnya angka kebakaran hutan pada tahun 2022 seluas 204.894 Hektar (Ha) yang sebelumnya pada tahun 2021 luas karhutla mencapai 358.867 Ha, serta percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektar hingga tahun 2024 melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM)
Salah satu wilayah kerja restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove BRGM adalah provinsi Riau. Tahun 2022 lalu, BRGM berhasil melakukan kegiatan restorasi gambut di Riau sebesar 118.825 Ha dengan pembangunan sekat kanal sebesar 109 unit, kegiatan revegetasi seluas 70 Ha, dan pemberian revitalisasi ekonomi sebanyak 23 paket. Selain itu, BRGM juga telah melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove di Riau seluas 842 Ha.
Keberhasilan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove, tak lepas dari peranan masyarakat yang tinggal di kedua ekosistem tersebut. Salah satunya dengan melibatkan Ibu Rumah Tangga, yang tergabung dalam Kelompok Perempuan Peduli Gambut (KPPG). Kelompok ini merupakan dampingan dari BRGM yang berlokasi di Desa Harapan Tani, Kecamatan Kempas, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau. KPPG memiliki 10 anggota, yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga.
Bentuk pendampingan yang diberikan BRGM adalah pelatihan pewarnaan kain secara alami. Samsiah, ketua KPPG mengatakan, “Awal mula, kami diberikan pendampingan dan pelatihan dari BRGM melakukan pewarnaan kain menggunakan bahan – bahan organik yang mudah didapat seperti daun ketapang, daun mangga serta kulit batang, buah, dan daun mangrove yang tumbuh disepanjang sungai Indragiri Hilir. Ini menarik perhatian saya dan kawan – kawan karena pewarnaan alami ini tidak merusak lingkungan, dan unik sangat jarang di Inhil,” ujar Samsiah.
Samsiah menggunakan mangrove berjenis Sonneratia sp. sebagai bahan dasar pewarnaan kain alami. Menariknya, Samsiah menggunakan limbah sisa kulit batang mangrove yang telah digunakan masyarakat sekitar, “Daerah Inhil ini masyarakatnya masih bergantung pada kayu mangrove sebagai bahan bangunan, tentunya kami sangat menyayangkan hal ini bukan hanya tentang penebangan mangrovenya tetapi sisa – sisa kayu potongan – potongan menjadi sampah di lingkungan kami. Sehingga kami bergerak untuk mengubah limbah tersebut, kulit batangnya kami olah kembali menjadi bahan pewarna alami,” ungkap Samsiah.
Dalam proses pembuatan kain pewarna alami, KPPG membutuhkan waktu selama 10 hari dengan menggunakan teknik ecoprint maupun sasirangan. Berbagai kendala dialami oleh KPPG, mulai dari sulitnya mencari bahan kain berserat, lama waktu pengerjaan, hingga kurangnya pengetahuan masyarakat akan teknik pewarnaan kain secara alami dan ecoprint.
“Kami sulit sekali untuk mendapatkan bahan kain khusus yang berserat di Inhil maupun Riau sehingga kami harus membeli kain tersebut dari pulau Jawa lumayan mahal karena biaya pengiriman, selain itu karena waktu pengerjaan kain ini pun lama butuh 10 hari kami kerjakan, sehingga kami menjual kainnya yang tidak ramah di kantong, kisaran harganya mulai dari 200 ribu sehingga minat pembeli di Inhil maupun Riau berkurang,” ungkap Samsiah.
Tak pantang menyerah, Samsiah beserta anggotanya berinovasi agar kain pewarna alami ini, dikenal hingga diminati oleh masyarakat Riau. KPPG aktif berpartisipasi di berbagai kesempatan pameran, hingga berhasil mengantarkan produk yang dimilikinya menjadi souvenir untuk Bupati Riau.
Susilawati, anggota kelompok KPPG, menekankan bahwa peningkatan kualitas kain selalu ditingkatkan untuk mendukung ekspansi dari produk KPPG menjangkau berbagai kalangan. “Kami saat ini sedang menaikkan kualitas mulai dari bahan dasar kain, maupun inovasi lain seperti membuat topi bucket hat, tas, tempat tisu, dan pashmina yang bisa dibeli dari masyarakat menengah ke bawah sekalipun,” kata Susilawati.
Susilawati memberikan apresiasi kepada BRGM, ”Dalam proses pembuatan hingga pemasaran ini kami sangat terbantu oleh bimbingan dari BRGM. Awalnya, saya hanya Ibu Rumah Tangga biasa yang sehari – hari hanya beraktivitas di rumah saja, saat ini Alhamdulillah dapat membantu menambah pendapatan keluarga. Harapannya, program ini terus dilanjutkan, dan kami berharap ada pelatihan pemasaran produk, sehingga produk yang kami jalankan tidak hanya berhenti di Inhil saja, namun bisa kami pasarkan ke luar kota maupun luar negeri,” ujar Susilawati.
Plh. Deputi Bidang Edukasi dan Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Suwignya mengatakan kunci keberhasilan dalam restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove adalah partisipasi aktif dari masyarakat. “Kami selalu melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan restorasi gambut dan mangrove melalui program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG), Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM) maupun kegiatan Sekolah Lapang Peduli Gambut (SLPG), dan Sekolah Lapang Masyarakat Mangrove (SLMM). Harapannya, hal ini dapat meningkatkan rasa memiliki, sehingga dengan sendirinya masyarakat mempunyai kesadaran untuk merawat dan menjaga lahan gambut dan mangrove,” tutup Suwignya.