SIARAN PERS
No: 13/SIPERS/BRGM/09/2022
dapat disiarkan segera
Pertemuan menteri lingkungan hidup dan iklim negara-negara G20 pada 31 Agustus 2022 lalu resmi menutup rangkaian kegiatan Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (3rd EDM-CSWG) dan The Joint Environment and Climate Ministers’ Meeting (JECMM) yang berlangsung sejak 29 Agustus 2022 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali.
Pertemuan yang dihadiri oleh lebih dari 17 menteri, 11 wakil menteri, dan 362 delegasi dari negara G20, negara undangan, serta organisasi internasional ini diharapkan dapat menjadi wadah bertukar gagasan dan pengalaman dalam hal pengelolaan lingkungan hidup, khususnya demi memperkuat komitmen pengendalian perubahan iklim global.
Dalam konferensi pers, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menyatakan ada tiga isu prioritas yang dibahas dalam pertemuan kali ini.
Isu pertama, mendukung pemulihan lingkungan yang berkelanjutan; kedua, peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan target pengendalian perubahan iklim; dan ketiga, peningkatan mobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan target pengendalian perubahan iklim.
“Perjalanan diskusinya cukup berat, sebab ada perbedaan pandangan dan implikasi pada masing-masing negara,” ungkap Menteri LHK. Ia menambahkan, “Terdapat beberapa kesepakatan isu lingkungan yang dibahas pada pertemuan kali ini, seperti mengurangi dampak degradasi lahan dan kekeringan, serta meningkatkan konservasi dan restorasi ekosistem lahan dan hutan secara berkelanjutan.”
Kehadiran Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), beserta jajaran Sekretaris dan Deputi BRGM pada rangkaian 3rd EDM-CSWG dan JECMM, menjadi pesan penting bahwa Pemerintah Indonesia telah memiliki komitmen kuat dalam hal restorasi ekosistem gambut dan mangrove, yang merupakan ekosistem penyimpan karbon tinggi. Dengan tugas melaksanakan restorasi gambut pada lahan 1,2 juta hektare dan rehabilitasi mangrove pada lahan seluas 600.000 hektare hingga 2024, BRGM diharapkan dapat secara signifikan mendukung tercapainya target NDC Indonesia.
Menteri LHK juga menyinggung terkait munculnya sesi khusus yang membahas aspek finansial terkait mitigasi iklim. Ia menambahkan bahwa salah satu pembicaraan hangat dalam diskusi adalah bagaimana kegiatan terkait mitigasi perubahan iklim bisa berjalan selaras dengan upaya pemulihan ekonomi. “Kita lihat bagaimana climate action sebetulnya bisa membuat pekerjaan, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi, hingga meningkatkan daya beli,” jelasnya.
Pada tahun 2021 sendiri, BRGM bersama KLHK telah melaksanakan Percepatan Rehabilitasi Mangrove (PRM) seluas 34.911 Ha di 32 provinsi. Program PRM ini dilakukan melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bersifat swakelola, yakni bekerja dengan masyarakat dalam aktivitas rehabilitasi mangrove, mulai dari pembibitan, persiapan lokasi, hingga penanaman. Total, realisasi anggaran sebesar Rp 618 Miliar dapat secara langsung dimanfaatkan oleh 34.594 tenaga kerja di 32 provinsi.
Terakhir, Menteri LHK menekankan kembali ancaman krisis iklim yang sedang melanda dunia. “Kita sudah berada pada posisi krisis iklim, bukan lagi perubahan iklim. Panel ahli iklim juga sudah menegaskan bahwa kita harus bekerja lebih cepat lagi untuk menurunkan laju emisi global,” tegasnya.
Oleh karena itu, Hartono, Kepala BRGM menekankan bahwa pihaknya akan terus melanjutkan kegiatan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove untuk menghalau ancaman krisis iklim.
“Mangrove dan Gambut menjadi bagian yang vital dalam proses pengendalian perubahan iklim dunia, mengingat peran kedua sektor dalam menyimpan dan menyerap emisi karbon. Kami akan terus bekerja untuk mencapai target yang sudah ditentukan. Untuk itu, kami akan menginisiasi kolaborasi dengan banyak pihak, tidak hanya dengan kementerian terkait, namun juga lembaga swadaya masyarakat, lembaga donor internasional, maupun pihak swasta lainnya,” tegas Hartono.