Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan dokumen Strategi Nasional (Stranas) Pengelolaan Lahan Basah ekosistem gambut dan mangrove pada Hari Lahan Basah Sedunia (02/02). Acara peluncuran mengundang berbagai pihak, baik dari dalam hingga luar negeri untuk berbicara pada dua sesi utama yang bertempat Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat.
Hadir dalam acara ini, Nicolas Schaefstoss dari Head of Division For International Finance and the IKI at the Federal Ministry for Environment, Nature Conservation, Nuclear Safety and Consumer Production, Vivi Yulaswati selaku Plt. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Ayu Dewi Utari selaku Sekretaris BRGM, Prof. Daniel Murdiyarso selaku kepala ilmuwan CIFOR, Fairus Mulia selaku Direktur Utama PT Solusi Alam Indonesia, Meizani Irmadhiany selaku Presiden Konservasi Indonesia dan Dolly Putra Parlindungan selaku Bupati Tapanuli Selatan.
Dalam sambutannya, Vivi Yulaswati, Plt. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas mengatakan bahwa dokumen strategi nasional pengelolaan lahan basah ekosistem gambut dan mangrove merupakan rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk secara kolaboratif melakukan pengelolaan ekosistem lahan basah, utamanya ekosistem gambut dan mangrove.
“Adanya tren triple planetary crisis atau tiga krisis lingkungan besar, yaitu perubahan iklim, tingginya polusi dan juga kerusakan lingkungan serta hilangnya keanekaragaman hayati sedang mengancam bumi kita. Bagaimana cara kita merespon krisis tersebut akan sangat menentukan masa depan bumi dan juga hidup manusia. Sebab, pengelolaan ekosistem lahan basah yang tidak optimal dapat turut memperburuk krisis yang terjadi karena fungsi ekosistem lahan basah sangat penting bagi penyangga sistem lainnya” jelas Vivi.
Ayu Dewi Utari, Sekretaris BRGM Melakukan Pemaparan kegiatan restorasi gambut dan mangrove BRGM.
Senada dengan hal itu, Ayu Dewi Utari selaku Sekretaris BRGM menjelaskan bahwa kolaborasi adalah poin penting dalam melaksanakan upaya pengelolaan ekosistem mangrove dan gambut. “Saya sangat setuju jika disebutkan kata kunci dari upaya ini adalah kolaborasi. Tugas kami sesuai dengan amanat presiden adalah 600.000 hektar. Hal ini akan mustahil dilakukan tanpa kolaborasi” tegas Ayu.
Ayu menambahkan, bahwa saat ini total rehabilitasi mangrove yang sementara dilakukan dan telah mendapatkan pendanaan baik yang bersumber dari APBN maupun swasta data telah mencapai 146 ribu hektar. Sedangkan untuk restorasi gambut, BRGM sejak tahun 2016 hingga sekarang sudah melakukan restorasi gambut sekitar 1,4 juta hektar dari target 2 juta hektar.
Hasil ini dapat dicapai melalui kolaborasi dan peran aktif dari berbagai pihak. Kolaborasi antar pihak ini diwujudkan melalui konsep Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) Optimum pada kegiatan restorasi gambut dan konsep Kesatuan Lanskap Mangrove (KLM) di sektor rehabilitasi mangrove. Konsep KHG Optimum menjadi metode yang tepat untuk berkolaborasi, sebab bertujuan untuk memberikan manfaat dan penghidupan untuk semua pihak yang berkepentingan di dalam KHG. Selain itu konsep ini juga mengatur sinergi yang baik antara pemberi izin dan pihak yang memanfaatkan serta antara pengelola kawasan/lahan di KHG.
Sedangkan konsep KLM juga mengedepankan keseimbangan kepentingan penggunaan lahan yang saling berkompetisi. Sehingga, perlindungan mangrove untuk fungsi lindung dan konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan mangrove untuk fungsi produksi, wisata dan transportasi air serta infrastruktur, dapat berlangsung secara harmonis.
Tak hanya kolaborasi, Ayu juga menekankan pentingnya keberlanjutan dari restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove. “Rehabilitasi ekosistem lahan basah merupakan sebuah upaya untuk memulihkan, meningkatkan, dan mempertahankan ekosistem tersebut, Dalam hal mangrove, tidak hanya sekedar menanam bibit tanaman baru. Selalu saya katakan di mana-mana yang namanya restorasi dan rehabilitasi itu pekerjaan jangka panjang, mungkin disebut investasi” ujar Ayu.
Pada kegiatan ini, hadir pula Direktur Utama PT. Solusi Alam Indonesia, Fairus Mulia, sebagai narasumber dari sisi private sector. Ia memberikan tips tersendiri untuk mengelola ekosistem yang ada di hutan. “Sebelum memanfaatkan hasil hutan, terdapat tiga langkah strategi manajemen untuk ekosistem hutan, yaitu save it, study it, dan use it. Langkah tersebut dimulai dari penyelamatan ekosistem, melakukan studi, dan terakhir penggunaan kawasan ekosistem tersebut,” ujar Fairus.