No:19 SIPERS/BRGM/05/2023
Dapat disiarkan segera
Jakarta – Kegiatan percepatan rehabilitasi mangrove yang sedang digencarkan oleh Pemerintah Indonesia mulai dilirik dunia, salah satunya Pemerintah India. Menurut Global Wetlands, India masuk urutan ketujuh negara yang memiliki lahan mangrove terbesar di dunia dengan luas 623 ribu hektar. Potensi mangrove yang ada ini, ingin dikembangkan pemerintah India sebagai komitmen untuk mitigasi perubahan iklim di dunia, melalui kegiatan studi banding di Indonesia pada tanggal 10 – 13 juli 2023.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyambut baik kedatangan Pemerintah India. Siti Nurbaya menjelaskan, “Percepatan rehabilitasi mangrove menjadi sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014. Kegiatan rehabilitasi mangrove sangat penting bagi Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim” tutup Siti.
Duta Besar India untuk Indonesia, Ahmed Basir mengungkapkan apresiasinya atas terselenggaranya agenda ini. “India dan Indonesia berhasil menyelenggarakan dialog untuk pertama kalinya sejak Covid-19. Perlu diketahui, India selalu menjadi salah satu yang terdepan dalam mitigasi perubahan iklim. Dalam agenda G20, India menjunjung prinsip “One World, One Family, One Future” yang menekankan pentingnya lingkungan hidup untuk kehidupan.”
Alasan Pemerintah India melakukan studi banding ke Indonesia, karena Indonesia memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia dengan total luasan 3,36 juta hektar. Selain itu, ambisi Pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove, menarik Pemerintah India untuk mempelajari kegiatan rehabilitasi mangrove. Namun, ekosistem mangrove di Indonesia memiliki ancaman deforestasi terutama mangrove di kawasan non-hutan. Hal ini disebabkan oleh kegiatan penebangan mangrove secara ilegal, perubahan fungsi lahan mangrove menjadi tambak, maupun pembukaan lahan mangrove untuk pemukiman.
Melihat hal ini, pemerintah Indonesia membentuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), sebagai upaya percepatan rehabilitasi mangrove di 9 provinsi prioritas yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat hingga tahun 2024. Terhitung dari tahun 2021 hingga kini, BRGM telah melaksanakan rehabilitasi mangrove seluas 38.549 hektar.
Hartono, Kepala BRGM menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, kegiatan percepatan rehabilitasi mangrove bukan hanya sekedar menanam mangrove kembali. Namun, kegiatan ini juga melibatkan pemerintah daerah dalam penguatan kebijakan dan kelembagaan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Sebab, mangrove mempunyai peranan penting dan bermanfaat untuk berbagai sektor.
“Pertama, mangrove mempunyai nilai budaya. Di daerah seperti Papua, masyarakat lokal menganggap mangrove dan fauna terkait, sebagai nenek moyang. Kedua, mangrove berfungsi sebagai pelindung daerah pesisir dari abrasi, gelombang kuat, badai, dan naiknya permukaan laut. Nilai perlindungan ini ditaksir berkisar antara 10.000 – 100.000 USD untuk setiap hektar per tahunnya. Ketiga, Mangrove merupakan habitat penting dan tempat pembibitan ikan. Sekitar 55% biomassa ikan yang ditangkap di Indonesia berasosiasi kuat dengan mangrove” ungkap Hartono.
Agenda studi banding ini rencananya akan dilanjutkan dengan kunjungan ke Kawasan Taman Hutan Raya Mangrove di Provinsi Bali, tempat para pemimpin dunia melakukan penanaman mangrove pada puncak acara G20 di Indonesia. Kunjungan ini diharapkan dapat mempererat kerjasama dan pemahaman lebih dalam akan ekosistem mangrove.