No:20 SIPERS/BRGM/05/2023

Dapat disiarkan segera

Musim kekeringan atau yang dikenal El Nino telah tiba, badan cuaca Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengumumkan awal dari El Nino, memperingatkan kembalinya fenomena iklim tersebut dapat menyebabkan kekeringan dari lonjakan suhu global dan kondisi cuaca ekstrem yang dapat mengakibatkan bencana kebakaran lahan dan hutan.

El Nino, dikenal luas sebagai pemanasan suhu permukaan laut, pola iklim alami yang terjadi rata-rata setiap dua hingga tujuh tahun. Dampak El Nino cenderung memuncak pada bulan Desember, tetapi dampaknya akan membutuhkan waktu untuk menyebar ke seluruh dunia, dampak tertinggal inilah yang membuat para pakar percaya bahwa tahun 2024, tidak terkecuali akan di rasakan di Indonesia. Menurut BMKG, El Nino memiliki dampak yang beragam dalam lingkup skala global. Saat terjadi El Nino akan berdampak pada meningkatnya curah hujan di beberapa wilayah belahan dunia. Namun di Indonesia secara umum dampak dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan yang meningkat potensi bencana kebakaran lahan dan hutan.

Potensi bencana kebakaran lahan dan hutan akan meningkat terutama di ekosisem lahan gambut, dimana kubah – kubah gambut akan mengering karena terjadinya musim kemarau, untuk mengantisipasi hal tersebut Badan Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove (BRGM), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan TNI melakukan upaya pembasahan lahan gambut dengan memanfaatkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengantisipasi bencana karhutla. Pelaksanaan TMC bisa dilakukan menggunakan dua pendekatan metode. Yakni Competition mechanism dan Jumping process mechanism. Metode Competition mechanism diterapkkan untuk aktivitas penyemaian awan yang dilakukan di darat dengan system Ground Based Generator yang dipasangkan disejumlah titik, yang ditujukan untuk mengganggu proses fisika di dalam awan – awan konvektif, dengan begitu hujan dapat dipersingkat durasinya dan dikurangi intensitasnya. Sedangkan metode jumping process mechanism untuk mempercepat proses hujan di daerah tertentu. Metode ini dilakukan dengan cara menyemai awan – awan yang memiliki potensi hujan dengan menabur garam NaCl berbentuk fine powder dan bahan semai “CoSAT” dengan pesawat. Metode kedua inilah yang digunakan oleh BRIN untuk melakukan TMC di wilayah sumatera dan kalimantan.

Terhitung dari tanggal 3 Mei 2023 sampai 28 Mei 2023, TMC telah di lakukan di wilayah prioritas BRGM, yakni di Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan, sedangkan untuk wilayah Kalimantan telah dimulai di Provisi Kalimantan Barat pada tanggal 28 Juni 2023 hingga 10 Juli 2023. Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca BRIN Budi Harsoyo, menuturkan sesuai hasil pada rakornas pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada 26 April 2023 tentang upaya TMC sebagai pencegahan bencana karhutla, menyampaikan terima kasih karena TMC bisa dimulai lebih awal sehingga bisa mendapatkan potensi awan lebih banyak dan memberikan manfaat efektivitas dari TMC itu sendiri. Sehingga dengan TMC sangat bermanfaat untuk mengisi air pada lahan gambut menurut. Sementara itu Kepala Pokja Restorasi Gambut Wilayah Sumatera, Susilo Indrarto, yang memiliki tugas utama mencegah dan memperbaiki lahan gambut agar tidak mengalami kebakaran berulang, mengatakan bahwa BRGM siap memfasilitasi TMC semoga bisa berjalan efektif, tepat manfaat dan menjadi barokah sehingga terjadi bencana karhutla yang menyebabkan kabut asap dapat diminimalkan. Sementara itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tercatat dalam situs SIPONGI, pada bulan April 2023 lalu telah muncul setidaknya 130 titik panas di Provinsi Riau. Sedangkan untuk bulan berjalan, hingga 16 Mei 2023, tidak kurang dari 80 titik panas telah terpantau. Serta BMKG menyatakan puncaknya akan mulai terasa pada sekitar periode bulan Juli dan Agustus. Kondisi ini berimpilikasi pada meningkatnya potensi kejadian bencana karhutla, khususnya di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan. 

Untuk wilayah Kalimantan Barat telah terdeteksi titik panas (hotspot) di beberapa titik, sehingga kegiatan TMC sudah mulai dilakukan, dengan harapan meningkatnya Tinggi Muka Air (TMA) lahan gambut. Jany Tri Raharjo, Kepala Pokja Restorasi Gambut Wilayah Kalimantan dan Papua mengatakan bahwa TMC di Kalimantan Barat mampu meningkatkan curah hujan. Berdasarkan data dari BRIN, rata-rata curah hujan sebelum pelaksanaan TMC di wilayah Kalimantan Barat tanggal 16 – 27 juni 2023 sebesar 3,3 mm sementara pada periode pelaksanaan TMC, rata-rata curah hujan meningkat menjadi 9,8 mm pada periode pelaksanaan TMC. Serta jumlah titik panas (Hotspot) berdasarkan data SIPONGI KLHK, juga dapat di kurangi dari sebelum periode TMC sebanyak 67 titik menjadi 20 titik selama pelaksanaan TMC.

Jany Tri Raharjo menyatakan BRGM siap memfasilitasi pelaksanaan TMC di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah dalam waktu dekat, serta berharap kolaborasi multipihak ini terus dapat dilaksanakan untuk menjaga ekosistem gambut.

TMC juga diharapkan pada musim kemarau ini perlu dilakukan antisipasi sedini mungkin upaya-upaya pembasahan lahan, dengan pemanfaatkan TMC untuk meningkatkan intensitas curah hujan. Harapannya, dengan adanya hujan maka kolam-kolam penyimpanan air pada lahan gambut dapat terisi dan menjaga tinggi muka air  tanah (TMAT) lahan gambut terjaga kelembabannya sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada bulan Juli hingga November nanti.